Powered By Blogger

Sabtu, 06 September 2014

GAYA DAAN STYLE BONSAI

ADA begitu banyak style bonsai, dari yang model klasik gaya ‘beringin Golkar’ sampai yang ekstrim macam bunjin-ryusei, tako-zukuri, gaza-kake sampai deadwood.
KIRI (Chokkan Sabamiki). KANAN (Slanting Sho-shokan)
Ada lebih dari 50 model dalam berbagai style bonsai. Tetapi pada dasarnya style bonsai ada 13 jenis yang saat ini paling digemari. Ada yang tetap bertahan pada ‘jalur’ klasik yakni mengandalkan bonsai-bonsai gaya mayogi, cascade, dan slanting, ada yang terus berekplorasi dengan model-model bonsai ekstrim.
Namun semua mulai sepakat, sekarang saatnya untuk memulai main-main bonsai dengan ‘planting’ alias menanam bibit, lewat cara stek, cangkol dan tempel. Sebagian besar pebonsai mulai meninggalkan tradisi mendongkeli bonggol pohon di hutan, ladang, semak belukar dan tegalan. Berikut beberapa nama style bonsai, plus beberapa contoh gambarnya.
CHOKKAN (TEGAK LURUS)

STYLE ini banyak digemari, relative mudah, punya lebih dari 15 model. Salah satu model chokkan yang ekstrim adalah shari, dimana separo batangnya dikupas (jin) kulitnya hingga mati. Model ini pencabangannya pakai sistem ganjil-genap. Cabang pertama, ketiga, dan kelima dan seterusnya dimatikan, cabang kedua, keempat dan keenam dibiarkan hidup. Sementara topnya memakai pucuk batang yang dimatikan.
KIRI (Broadleaf Tama-zukuri). KANAN (Cascade Dai-kengai)
Demikian pula model salamiki dan down wards. Bentuk model down wards termasuk style chokkan yang ekstrim, mirip payung yang belum dibuka. Sementara salamiki yang juga disebut hallown, separo pohonnya dibor hingga mati. Di Eropa dan Amerika latin model ini sedang digemari, disebut sebagai deadwood technique. Untuk style CHOKKAN akansecara khusus dibahas dalam sesi berikutnya beserta gambar jenis-jenis modelnya.
SLANTING (SHAKAN)
Gaya ini sangat tergantung pada klasifikasi gerak (lekuk-liku) pohon, sangat tergantung pula pada berapa derajat slantingnya. Namun tetap berprinsip pada keseimbangan harmonisasi bentuk dan perspektifnya. Rumus dasarnya ada pada pemfungsian cabang pertama.
Model Sho-shakan misalnya, ranting pertama direbahkan sejajar dengan batang utama. Sementara chu-shakan, cabang pertamanya di tarik ke bawah berlawanan arah dengan arah batang utama. Dai-shakan memanfaatkan cabang pertama sebagai landasan, melintang dan memotong batang.
Model-model ini tetap berkonsep pada keseimbangan bentuk triangle (segitiga). Hanya di model shakan koboku, penampilan agak ekstrim, konsep segitiga bukan sebuah keharusan, biasanya model ini dipakai untuk bonsai slanting berbatang besar dan tua.

KIRI (Shidare-zukuri). KANAN (Ryusei : Menembak Bintang)
BROAD LEAF (EVERGREENS) BONSAI
Ada tujuh model untuk style bonsai gundul ini. Masing-masing tama-zukuri (berbentuk bulat seperti bola sepak), rosoku-zukuri (pohon lurus dengan cabang-cabang mengarah ke atas) biasanya menggunakan spesies tanaman Gingko, hoki-zukuri (broom dan kebanyakan menggunakan pohon dari keluarga ulmus), shizen-zukuri , matsu-zukuri, koboku dan sabamiki.
Style bonsai ini tergolong baru dibandingkan dengan chokkan, mayogi, shakan dan cascade. Tingkat kesulitan style BROADLEAF ini terletak pada kemampuan kita mengatur perantingan. Semakin rapi perantingannya, akan semakin indah bonsainya. Untuk style BROADLEAF akan secara khusus dibahas dalam sesi berikutnya beserta gambar jenis-jenis modelnya.
MAYOGI (LURUS KE ATAS TAK TERATUR)
Ini salah satu style bonsai yang paling banyak kita jumpai di Jepang dan Indonesia. Termasuk gaya klasik, mengandalkan gerak batang dari bawah sampai ke atas. Sedikitnya ada tujuh model untuk style mayogi ini, mengandalkan besar batang dengan konfigurasi cabang-cabang yang diameternya berurutan dari bawah ke atas. Semakin ke atas semakin mengecil. Diantara model-modelnya, yang paling popular adalah shakan-mayogi. Untuk style mayogi akan secara khusus dibahas dalam sesi berikutnya beserta gambar jenis-jenis modelnya.

WINDSWEPT alias terterjang angin
WINDSWEPT (FUKINAGASHI)
Sedikitnya ada enam model di kelompok style FUKINAGASHI ini. Ada yang tetap memakai konsep segitiga, ada pula yang tidak. Ada yang menggunakan konsep CHOKKAN dengan separo batangnya di JIN alias dimatikan. Ada pula WINDSWEPT yang berbasis pada style MAYOGHI dengan ciri khas cabang pertama jauh lebih panjang dan nyaris tak proporsional di banding cabang kedua dan ketiga.
CASCADE (KENGAI)
Ini juga termasuk style bonsai yang paling digemari di Indonesia. Sedikitnya ada delapan model, mulai dari cascade formal, han-kengai, gaito-kengai, dai-kengai sampai extreme cascade. Penamaan model-model ini sangat tergantung pada berapa derajat batang induk dan cabang-cabangnya tertekuk ke bawah.
Han-kengai misalnya, sangat dekat dengan style slanting yang ekstrim. Sementara untuk dai-kengai batang pohon menukik ke bawah secara vertikal, dan tidak harus ada mahkota (top atau crown). Yang paling unik adalah yang batang menukik ke bawah, kemudian kembali menukik ke atas dengan top mengesankan pohon berjuang untuk tetap hidup. Untuk style CASCADE akan secara khusus dibahas dalam sesi berikutnya, beserta gambar jenis-jenis modelnya.
SHIDARE ZUKURI
Basis style ini adalah chokkan dengan konsep segitiga dan mahkota (top). Ada juga yang berbasis pada style campuran slanting-shakan, ada pula model mayogi dengan penekanan pada cabang-cabang model hallowed. Ada pula yang semi cascade model han-kengai.
SOKAN DAN SOJU
Untuk dua batang yang posisinya saling berdekatan disebut juga AIOI, DOUBLE TRUNK atau TWIN PEAK. Orang Jepang lebih suka menyebut bonsai style ini sebagai Meamoto-matsu (Tuan dan Nyonya). Sementara untuk model tiga batang disebut SOJU atau TWIN TREE dalam Inggrisnya.
Ada sedikitnya 21 model untuk style ini, tetapi kebanyakan berbasis pada /pengembangan dari model gyaku-shokan atau mayogi dengan konsep “V” shape dan “U” shape. Untuk style SOKAN & SOJU akan secara khusus dibahas dalam sesi berikutnya, beserta gambar jenis-jenis modelnya.

GROUPING
KABUDACHI (GROUPING)
Style ini melahirkan empat gaya utama, kabu-buki , musha-date, yamayori dan yamayose. Kabudhachi yang menggunakan tiga batang disebut juga sankan, gokan (5 batang), shichikan (7 pohon). Jumlah pohon harus selalu ganjil. Dari aliran ini yang paling popular adalah yang menggunakan lima pohon, tujuh pohon, 11 pohon, 13 pohon, 17 pohon dan 23 pohon dalam satu baki/pot. Jenis ini sedah sangat mirip penjing (landscape bonsai versi China).
ON THE ROCK (ISHIZUKE)
Sering juga disebut style ISHI-UYE. Ini gaya bonsai (bonkei) yang memanfaatkan media selain tanah, juga batu. Gaya ini cukup popular, baik di Indonesia, Eropa, Amerika maupun Amerika Latin. Beberapa model ON THE ROCK diantaranya adalah Yamagata, Shima-ishi, Dengai-jeppeki-ishi, Taki-ishi, Iwa yama, Insho gata-ishi, dan chusho gata-ishi. Untuk style ON THE ROCK akan secara khusus dibahas dalam sesi berikutnya, beserta gambar jenis-jenis modelnya.

ON THE ROCK (model ishizuke)
BUNJIN
Di Indonesia, style ini tak sepopuler di Eropa dan Amerika latin. Ada 16 model, diantaranya ikari-jin (jangkar), kasa-zukuri (payung), kane-note-matsu yang bentuknya “L” terbalik mirip tiang lampu stopan di jalan-jalan kota. Berikutnya model RYUSEI (menembak bintang) yang cukup ekstrim, dan daruma yang tampilannya meliuk-liuk tak beraturan.
STYLE LAIN
Ada beberapa style yang berkembang menyusul belakangan, diantaranya NEAGARI dimana pohon hidup di atas akar-akar yang berdiri (kelihatan) menjulang. Formasi akar menjadi sangat penting. Berikutnya style TAKO ZUKURI dimana bonsai tampil meliuk-liuk tak beraturan. Style ini disebut gaya Gurita. Dua lagi adalah style GAZA-KAKE dan DEADWOOD TECHNIQUE.  Deadwood technique kini sedang marak di Eropa dan Amerika Latin, melahirkan bonsai-bonsai ekstrim menohok mata, indah dan gabungan dari pohon mati dan hidup.

FILOSOFI BONSAI

Melihat sebuah pohon besa di hutan belantara tentunya akan terlintas bahwa pohon tersebut besar, kekar, kokoh, seimbang antara dahan ke kiri, kanan, muka dan belakang. Ketika kita melihatnya secara utuh tentu akan kita dapati keindahannya, sebuah karya Tuhan Yang Maha Pencipta dengan segala keindahannya.
Begitu pula menanam sebuah bonsai harus pula nampak kekar, rindang, seimbang, kiri kanan, belakang dan depan. Dia akan nampak sebagai kesatuan karya seni yang utuh tak terpisahkan. Bisa kita bayangkan bila bonsai itu patah sebelah, tentu akan nampak berkurang nilai estetikanya.
Bonsai adalah perwujudan sebuah pohon yang utuh, nampak tua, seimbang, indah, dan nampak natural, sebagaimana naturalnya sebatang pohon yang tumbuh liar dihutan, kebun, atau pematang sawah. Bonsai adalah simbul mengalirnya denyut nadi kehidupan yangpenuh dengan ide, kreasi, karya, dan inofasi baru. Kaya dengna keindahan, estetika, dan keteraturan.

ASAL USUL BONSAI

Bonsai merupakan salah satu seni pemangkasan tanaman (pohon) agar tumbuh kerdil, mini, atau cebol. Karenanya, untuk memperoleh bonsai yang sempurna membutuhkan waktu yang relatif lama. Selain itu, juga membutuhkan kreativitas, kesabaran, ketekunan dan kecintaan pembuatannya terhadap tanaman sebagai landasan utama dalam pembuatan dan perawatan bonsai. Istilah bonsai sendiri berasal dari bahasa Mandarin “penzai”. Dalam bahasa jepang, bonsai berasal dari kata bon yang berarti pot dan sai yang berarti tanaman. Dengan demikian bonsai bisa diartikan sebagai tanaman yang dikerdilkan dan ditanam di pot. Hal ini berarti tanaman kerdil, baik tang sudah tua maupun yang memilki kaidah bonsai lainnya, tetapi tidak ditanam didalam pot, tidak dapat disebut dengan bonsai. Sebaliknya, jika ada tanaman atau pohon yang ditanam di pot, tetapi tidak memiliki kriteria bonsai tidak bias disebut dengan bonsai. Perlu diketahui, kerdil dalam seni bonsai memiliki pengertian yang luas. Setiap jenis tanaman memiliki batasan kerdil yang berbeda. Bisa saja tanaman yang tingginya 1 meter dikategorikan kerdil, dan yang tingginya hanya 0,5 meter tidak masuk dalam kategori kerdil. Jadi , kerdil dalam seni bonsai adalah tanaman yang memiliki penampilan lebih mungil dari pada tanaman aslinya. Karenanya, tanaman herba atau semak meskipun tingginya kurang dari 1 meter tidak bias dikategorikan kerdil. Pasalnya di habitat aslinya memang tingginya hanya sekitar 1 meter.

asal usul bonsai

Istilah bonsai ini muncul di jepang pada pemerintahan Kamakura (1192-1333) yang dicatat dalam Kasuga Srhire. Pada masa yang sama, sebuah ilustrasi tentang bonsai muncul dengan gambar yang terkenal milik seorang pendeta bernama honen, Ilustrasi itu menggambarkan bonsai dibuat de4ngan tujuan memenuhi kepuasan penggemarnya. Pada masa itu pohon-pohon dikumpulkan berbagai lokasi, seperti pegunungan dan lading, lalu dikerdilkan dan ditanam di pot.
Meskipun kata “bonsai” berasal dari bahasa jepang, seni bonsai pertama kali muncul di Cina pada masa pemerintahan Dinasti Tsin (265-420) dan semakin marak pada masa Dinasti Tang (618-907). Pada masa Dinasti yuan (1280-1368) banyak pejabat, pelajar, dan pedagang dari Jepang yang membawa seni bonsai itu ke negerinya. Di Jepang, pada tahun 1309, seni bonsai ini mulai marak dan banyak digemari masyarakat. Bukti konkretnya adalah banyaknya lukisan karya Takakane Takashima yang menggunakan bonsai sebagai objeknya.

POSTER KONSERVASI FLORA DAN FAUNA





SKUAD INTER MILAN 2014-2015

PENJAGA GAWANG
Samir Handanovic1
Juan Pablo Carrizo30
Tommaso Berni46
BEK
Cicero Moreira Jonathan2
Juan Jesus5
Marco Andreolli6
Hugo Armando Campagnaro14
Nemanja Vidic15
Pires Ribeiro Dodò22
Andrea Ranocchia23
Ibrahima Mbaye25
Danilo D'Ambrosio33
Isaac Donkor54
Yuto Nagatomo55
GELANDANG
Mateo Kovacic10
Guarin Vasquez Fredy Alejandro13
Zdravko Kuzmanovic17
Gary Alexis Medel Soto18
Joel Chukwuma Obi20
Rene Krhin44
Anderson Hernanes88
Yann M'Vila90
PENYERANG
Pablo Daniel Osvaldo7
Rodrigo Palacio8
Mauro Emanuel Icardi9
Federico Bonazzoli97

SEJARAH GUBERNUR JENDERAL VOC

Pieter Both (1609-1614)

Tanggal lahir bahkan tahun kelahiran dari Pieter Both tidak diketahui pasti (sekitar tahun 1568?), tetapi yang jelas beliau lahir di kota kecil Amersfoot. Masa kecil Pieter Both juga tidak diketahui. Yang diketahui pasti adalah dia berdagang di Italia dan mempunyai perusahaan di sana. Perjalanan pertama Pieter Both yang diketahui dilakukan pada tahun 1599 dengan empat kapal mewakili perusahaan Nieuwe of Brabantsche Compagnie dari Amsterdam menuju Indonesia. Dia kembali pada tahun 1601 dengan dua kapal yang penuh muatan.

Tidak lama setelah pulang berlayar, para pedagang yang bergabung dalam Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) meminta dia untuk tinggal di Hindia Belanda sebagai Gubernur Jenderal merangkap juga sebagai Konsul Dagang, dengan tujuan untuk mengorganisasi kebutuhan perusahaan menjadi lebih baik. Akhirnya pada tahun 1609 Pieter Both menjadi Gubernur Jenderal Pertama VOC di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa para pedagang tersebut memilih Pieter Both tidaklah jelas, yang pasti pada tahun 1610 Both berlayar dengan armada yang terdiri dari 8 kapal, dan sepuluh bulan kemudian, pada tanggal 19 Desember 1610 mendarat di Banten, Jawa Barat.

Tugas pertama Both adalah mencari tempat yang cocok untuk berlabuhnya kapal dan juga lokasi yang bakal menjadi pusat pemerintahan VOC. Tugas selanjutnya adalah mengatasi korupsi yang selama ini dilakukan oleh para pedagang VOC dan memastikan monopoli rempah-rempah di Maluku jatuh ke tangan VOC. Akhirnya Both menjadikan Maluku sebagai pusat perdagangan, sementara untuk kantor dan pelayanan administrasi dipusatkan di Jawa. Alasannya adalah persediaan pangan lebih melimpah di Jawa dibandingkan di Maluku. Sejarah membuktikan bahwa memang akhirnya pulau Jawa mempunyai kedudukan yang strategis selama penjajahan Belanda di Indonesia. Both membangun kantor kecil di kota Jayakarta, kemudian menjalin kontrak dengan raja-raja Maluku, membuat perjanjian dengan Timor yang saat itu sudah dijajah oleh Portugis dan mengusir Portugis dari Tidore

Pieter Both berhenti menjadi gubernur jenderal dan digantikan oleh Gerard Reynst pada tanggal 6 November 1614. Pada tanggal 2 Januari 1615 dengan menaiki kapal “Banda” sebagai kapal komando, Both meninggalkan Banten dengan armada yang terdiri dari empat kapal membawa muatan senilai 4.5 juta Gulden, tetapi Both tidak pernah sampai tujuan. Pada tanggal 6 Maret 1615 kapalnya karam diterjang badai di lepas pantai Mauritius, Both berusaha mencapai pantai tetapi akhirnya tewas sebelum mendarat di pantai. Untuk mengenang namanya, sampai sekarang nama Pieter Both dipakai sebagai nama salah satu dataran tinggi di Mauritius dengan nama Pieter Bothberg.

Gerard Reynst (1614-1615)

Van Gerard Reynst (kadang disebut Gerrit Reynst) lahir di Amsterdam Belanda, tanggal lahir dan tahunnya tidak diketahui. Pada tahun 1599, Reynst merupakan seorang saudagar dan pemilik kapal, dia juga merupakan pendiri (medeoprichter) dan komisaris dari perusahaan dagang Nieuwe of Brabantsche Compagnie, Perusahaan ini pada tahun 1601 beraliansi dengan perusahaan lain membentuk persatuan dagang Amsterdam (Verenigde Compagnie van Amsterdam), dan pada tahun 1602 membentuk Persatuan Dagang Hindia Timur (Verenigde Oostindische Compagnie – VOC). Berdasarkan keputusan dari para koleganya yang juga pemegang saham VOC (de Heren XVII), Reynst diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 20 Februari 1613. Pada tanggal 2 Juni 1613 berangkat dengan armada yang terdiri dari 9 kapal dan dikomandani oleh Steven van der Haghen, yang kemudian menjadi anggota Raad van Indie (Dewan Hindia). Perjalanan yang ditempuh hingga mencapai pantai Banten cukup lama lebih dari 1 tahun. Pada tanggal 6 November 1614 Reynst mengambil alih kekuasaan VOC di Hindia Belanda dari Pieter Both, pada saat yang sama juga Reynst mengirimkan armadanya ke Laut Merah untuk negosiasi dagang dengan Bangsa Arab.

Salah satu tugas yang diterima Reynst adalah mengangkat pendeta dan guru untuk bangsa Belanda yang tinggal di Banten, dan juga mencari tempat yang cocok untuk kegiatan tersebut. Penunjukkan pendeta dan guru saat itu memang diperlukan karena sebagian besar bangsa Belanda yang tinggal di Banten banyak yang menganggur dan tidak punya ketrampilan, hal ini disebabkan kurangnya kontrol dari pusat. Reynst banyak menghabiskan waktunya di Maluku dan tinggal di kapal. Peristiwa penting yang terjadi saat pemerintahan Reynst adalah pendudukan Pulau Ai di Kepulauan Banda untuk mengusir Inggris dan mengontrol monopoli pala di pulau itu.

Reynst berangkat ke Pulau Ai dengan kekuatan sebanyak 900 orang tentara, jumlahnya dua kali lipat dari laki-laki yang ada di pulau itu. Pertempuran terjadi sepanjang malam, akhirnya Inggris melarikan diri dari pulau itu dengan sebelumnya melakukan bumi hangus terhadap ladang-ladang pala di seluruh pulau. Besoknya tentara Reynst mendapat serangan hebat dari para penduduk Banda dengan menggunakan meriam, 200 tentara VOC tewas akibat serangan ini. Walaupun mendapat serangan hebat, Reynst akhirnya bisa menaklukan Pulau Ai hingga pulau Seram. Tahun 1615 dia kembali ke Banten, pada tahun yang sama Reynst membuat persetujuan dagang dengan Pangeran Indragiri, Riau.

Gubernur Jenderal Gerard Reynst adalah orang pertama yang mengusulkan perbudakan di tanah Hindia Belanda, tahun 1615 dia mengirimkan sejumlah besar orang Maluku, Ambon dan Banda untuk dikirim ke Banten dan Jayakarta. Alasannya adalah pekerjaan yang dilakukan oleh para budak lebih cepat dan ongkosnya sangat murah bila dibandingkan dengan para tentara dan pelaut VOC. Salah satu pekerjaan para budak ini adalah memperbaiki Factorij (Gudang merangkap Kantor) Nassau dan membangun Gudang Mauritius di Jayakarta dengan batu coral, untuk memperkuat VOC dari serangan Inggris dan juga menyimpan rempah-rempah sebelum dikirim ke Negeri Belanda

Saat Gerard Reynst meninggalkan Banten menuju Jayakarta, beliau terkena serangan disentri dan meninggal dunia tanggal 7 Desember 1615 di dalam Factorij Nassau, Jayakarta, Reynst dimakamkan di Portugese Buitenkerk – Gereja Portugis di luar benteng (tidak jelas disebutkan apakah yang dimaksud Gereja Portugis itu adalah gereja Sion sekarang karena gereja ini baru berdiri tahun 1693, atau Gereja Portugis yang ada di dalam benteng – yang sampai abad 19 masih berdiri). Penggantinya adalah Laurens Reael.
Laurens Reael (1614-1619)
Laurens Reael

Laurens Reael lahir tanggal 22 Oktober 1583 di Amsterdam, Belanda. Dari sejak kecil, beliau mendapat pendidikan yang sangat baik. Pada tahun 1608 Reael menjadi sarjana di bidang hukum dari Universitas Leiden.

Perjalanan karir Laurens Reael ini termasuk cemerlang. Pada bulan Mei 1611, Reael menjadi komandan armada yang terdiri dari 4 kapal untuk melakukan ekspedisi ke Nusantara. Sesampainya di Banten, beliau langsung ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Pieter Both menjadi anggota Dewan Hindia (Raad van Indië) – tahun 1612. Pada tanggal 3 Agustus 1613 dia ditunjuk sebagai wakil gubernur untuk wilayah Maluku, Ambon dan Banda. Pada awal tahun 1615 menjadi gubernur wilayah kepulauan Maluku. Setelah kematian Gubernur Jenderal Gerard Reynst pada tanggal 7 Desember 1615, Reael ditunjuk menjadi Gubernur Jenderal oleh Dewan Hindia, untuk mengisi kekosongan kekuasaan VOC di Nusantara. Pada tanggal 19 Juni 1616, Laurens Reael memilih tinggal di Ternate sebagai tempat kerjanya, dan untuk menfokuskan pekerjaannya sebagai gubernur jenderal, dia minta kenaikan budget secara drastis sebagai gaji para pegawai VOC di Hindia Belanda. Permintaan ini menyebabkan para petinggi VOC dalam Heren XVII meminta Reael untuk mengundurkan diri pada tanggal 31 Oktober 1617 (sumber lain menjelaskan bahwa Reael yang meminta pengunduran diri). Masalah perbedaan gaji ini hanya salah satu point yang membuat Reael mengundurkan diri. Penyebab utamanya adalah perbedaan pandangan yang tajam antara Reael dengan para petinggi VOC di Negeri Belanda terhadap warga pribumi Nusantara. Reael sebenarnya menginginkan bahwa fokus utama VOC saat itu adalah melawan intervensi Inggris yang akan menguasai perdagangan di Maluku. Selain itu beliau adalah pejabat pertama yang mengkritik kebijakan petinggi VOC terhadap para penduduk asli Maluku dengan menerbitkan aturan hongi tochten*. Dia dan teman karibnya Steven van der Haghen berpendapat bahwa tujuan VOC berada di Nusantara adalah untuk menjalankan misi dagang dan diplomatik yang tidak disertai kekerasan dan kekejaman terhadap penduduk pribumi. Protes ini akhirnya memang tidak ditanggapi oleh Heren XVII, apalagi setelah datang penggantinya Jan Pieterszoon Coen.

Selama pemerintahan Laurens Reael, VOC lebih banyak melakukan peperangan dengan pihak asing seperti bertempur dengan koloni Spanyol di teluk Manila tahun 1617, mencegah mendaratnya Inggris di Banten dan Maluku, sempat bentrok dengan pasukan Mataram di Jepara. Pada tanggal 21 Maret 1619 Laurens Reael menyerahkan jabatannya kepada Jan Pieterszoon Coen, dan kemudian pulang ke Belanda dan tidak kembali lagi ke Nusantara hingga akhir hayatnya.

Setiap pejabat VOC yang kembali ke negaranya harus membuat laporan pekerjaannya dan diserahkan kepada petinggi VOC di Den Haag. Laurens Reael membuat laporan selama pemerintahannya di Hindia Belanda pada bulan Januari 1620. Dalam laporannya dia menjelaskan tentang perhatiannya pada peperangan di Maluku termasuk juga kekejaman yang diluar batas yang dilakukan oleh bangsa Belanda di Maluku dianggap dia sebagai tindakan yang tidak bisa diterima oleh bangsa beradab.

Walaupun banyak perbedaan pendapat dengan Heren XVII, Reael diberi juga penghargaan oleh mereka berupa gouden medaille met inscriptie. Karena walau bagaimanapun Reaels tetap memberikan keuntungan bagi VOC. Reaels akhirnya banyak menghabiskan waktunya di bidang seni sastra (beliau menjadi anggota Muiderkring – perkumpulan penggemar sastra di abad 17). Pada tanggal 9 Juni 1625, beliau diangkat menjadi ketua kamar dagang Amsterdam. Hingga akhir hayatnya beliau tetap menjadi administratur VOC walaupun sering absen karena kegiatannya yang mewakili kerajaan Belanda di luar negeri. Dari tahun 1625 – 1627 Reael menjadi admiral untuk armada angkatan laut kerajaan Belanda. Tahun 1626 melakukan misi diplomatik ke Inggris mewakili Belanda untuk bertemu raja Inggris Charles I. Tahun 1627 saat menjalankan misi kenegaraan di Denmark, beliau mengalami kecelakaan saat akan kembali ke Belanda, kapalnya tenggelam di lepas pantai Jutland – Denmark, beliau selamat dan sempat menjalankan pengobatan di Wina Austria. Tahun 1630 beliau menjadi anggota Dewan Kerajaan di Amsterdam. Laurens Reael meninggal dunia karena sakit pada tanggal 21 Oktober 1637 di Amsterdam


*HONGI TOCHTEN, yaitu tindakan penghukuman VOC atas penduduk Maluku, termasuk Banda, dimana VOC melakukan pembakaran dan pemusnahan atas tanaman rempah-rempah disitu, serta melakukan teror terhadap penduduk di wilayah tersebut untuk membikin stabil harga rempah-rempah di pasaran Amsterdam, jangan sampai merosot disebabkan oleh “overpruduksi” di Indonesia Timur. Demi keuntungan yang melimpah-ruah VOC tidak segan-segan untuk melakukan tindakan kekerasan, melakukan pembunuhan, penindasan dan melancarkan perang. Belum lagi penggunaan orang Indonesia, untuk dipekerjakan sebagai budak-budak di pelbagai perkebunan pala, cengkeh, merica dll. Begitu menyoloknya tindakan biadab yang dilakukan oleh VOC, sampai-sampai salah seorang gubernur VOC di Maluku, bernama Laurens Reael, karena tidak tahan melihat kebiadaban tindakan VOC terhadap rakyat Maluku, beberapa bulan saja sessudah diangkat menjadi pejabat, segera minta keluar. Ia melakukan kecaman keras terhadap pemerintah Belanda. Mantan gubernur Laurens Reael adalah pejabat tinggi Belanda pertama yang menentang praktek jahat VOC. Praktek-praktek VOC menurut Rick van de Broeke, salah seorang keturunan dari kekuasaan VOC dulu, merupakan lembaran hitam dalam sejarah Belanda. Menurut mantan gubernur Laurens Reael dalam suratnya kepada direksi VOC di Holland ketika itu, tindakan-tindakan VOC yang melakukan perampokan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap orang-orang Indonesia, telah membikin orang-orang Belanda terkenal di seluruh Hindia (Indonesia) sebagai bangsa yang paling kejam di seluruh dunia.









Jan Pieterszoon Coen (1619 – 1623) & (1627 – 1629)

Jan Pieterszoon Coen merupakan Gubernur Jenderal VOC yang memiliki banyak keunikan dibandingkan gubernur jenderal lainnya. Beberapa diantaranya adalah Coen merupakan salah satu dari sedikit gubernur jenderal VOC – Hindia Belanda yang biografinya tercantum dalam Ensiklopedia Britannica, Coen juga merupakan satu-satunya pejabat Belanda yang menduduki jabatan gubernur jenderal hingga dua kali. Coen juga dianggap oleh para sejarawan barat sebagai salah satu tokoh kontroversial di Hindia Belanda. Tindakan-tindakan yang dianggap kontroversi adalah peristiwa pembantaian rakyat Banda tahun 1621 dan skandal Sarah Specx – Pieter Coertenhoff di Batavia. Sebagai catatan, peristiwa Banda tahun 1621 adalah tindakan ‘genocide’ pertama yang dilakukan bangsa Belanda kepada rakyat Indonesia.
Jan Pieterszoon Coen (selanjutnya ditulis JP Coen) lahir di kota Hoorn Belanda pada tanggal 8 Januri 1587. Tahun 1601 dia pergi belajar berdagang di kota Roma. Kemudian dia bekerja di kantor milik Justus Pescatore. Tahun 1607 dia menjadi pegawai VOC dengan pangkat asisten saudagar (onderkoopman) dan pergi ke Hindia (Indonesia) dengan menumpang kapal “Hoorn”. Tahun 1612 dia naik pangkat menjadi saudagar tinggi (operkoopman) dan komandan dari kapal Galiasse saat pelayaran ke dua. Pada bulan Oktober 1613 dia ditunjuk sebagai akuntan – jenderal (boekhouder-generaal) yang membawahi seluruh kantor cabang VOC hingga kantor pusat di Hindia yang berpusat di Banten dan Jayakarta, yang nantinya bernama Batavia. Banten adalah pusat kegiatan administrasi dan pelayanan VOC di Hindia. Antara penguasa Banten dengan VOC sebetulnya kurang baik karena pihak keraton Banten melihat VOC sangat dominan dalam mengurus perdagangan dengan pihak asing yang juga merupakan pelanggan dari Kerajaan Banten. Tahun 1614 JP Coen menjabat sebagai Direktur Jenderal, jabatan tertinggi kedua setelah Gubernur Jenderal. Pada tanggal 25 Oktober 1617 Heren XVII menunjuk JP Coen sebagai Gubernur Jenderal menggantikan Laurens Reael yang telibat clash dengan mereka. JP Coen menerima penunjukkan itu pada tanggal 30 April 1618, dan menjalani masa transisi hingga tanggal 21 Maret 1619.
Begitu menjabat sebagai Gubernur Jenderal, langkah pertama Coen adalah membangun sebuah markas besar (headquarter) VOC yang dapat memenuhi segala kebutuhan dan kepentingan VOC di Hindia. Banten tidak menarik bagi Coen karena pertentangannya dengan bangsa Cina, Banten dan juga Inggris. Sedangkan Maluku terlalu kecil untuk dijadikan kantor pusat, selain itu Coen tetap menginginkan Jawa sebagai kedudukan kantor pusatnya karena sangat mudah untuk logistik pangan. Akhirnya Coen memilih Jayakarta sebagai pusat pemerintahannya karena di Jayakarta pula terdapat gudang dan loji VOC yang berdiri sejak tahun 1610. Karena Pangeran Jayakarta tidak menghendaki kehadiran Coen di Jayakarta, Coen memperkuat diri dengan membangun benteng di sekitar Istana Jayakarta. Tanggal 18 Januari 1621 Coen dan tentaranya berhasil mengusir Pangeran Jayakarta dan pengikutnya, kemudian dia merubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
Langkah kedua JP Coen adalah merealisasikan monopoli pembelian pala di Hindia. Pala merupakan komoditas rempah-rempah yang hanya ada di Kepulauan Banda. Saat itu penduduk Banda menandatangani persetujuan penjualan pala kepada VOC dan juga Inggris. Untuk menguasai pala di pulau itu Coen menggunakan cara keras dan brutal.
Pembantaian Banda 1621
Latar belakang pemusnahan etnis ini disebabkan karena ketidakmampuan bangsa Belanda menjual pala lebih murah dibandingkan dengan Inggris bahkan dengan penduduk lokal pun masih lebih mahal, padahal Belanda sudah mengontrol Maluku selama 20 tahun. Akhirnya para petinggi VOC mencoba membuat program untuk bisa memonopoli perdagangan pala di Pulau Banda. JP Coen kemudian mengambil tugas ini dan beranggapan bahwa hanya dengan mengusir dan melenyapkan penduduk asli pulau Banda, monopoli pala baru bisa dilakukan.
Pertama –tama Coen dan serdadunya memaksa penduduk Banda (dibawah todongan senjata) untuk mau menandatangani kontrak perdagangan pala hanya dengan VOC tidak dengan Inggris. Tidak semua penduduk Banda mau mematuhi perjanjian tersebut, diam-diam mereka juga menjual Pala kepada Inggris dan ditukar dengan senjata, untuk memerangi kesewenang-wenangan VOC. Mereka membuat markas di pegunungan supaya tidak diketahui oleh Coen, saat dia datang ke Banda. Pemboikotan yang dilakukan oleh bangsa Banda ini akhirnya ketahuan juga, dan menyebabkan Coen naik pitam.
Pada tanggal 10 Maret 1621 dengan berkekuatan sebanyak 2000 tentara (sebagian tentara bayaran dari Jepang), Coen memimpin sendiri penyerangan tersebut ke P. Lontor, dari hasil penyerbuan tersebut Coen menangkap sebanyak 800 orang dan dikirim ke Batavia sebagai budak. Sebuah laporan yang diterbitkan setahun kemudian Verhael van eenighe oorlogen in Indië (1622) (Critici van Jan Pieterszoon Coen; Ewald Vanvugt; 1996) seorang saksi mata menjelaskan pada tanggal 8 Mei 1621 di depan Benteng Nassau, sebanyak 44 dakwaan dituduhkan kepada para pemimpin suku Banda, kemudian setelah dakwaan dibacakan delapan pemimpin suku Banda ini kemudian dipancung oleh enam orang tentara bayaran dari Jepang. Kemudian mayatnya dipotong menjadi empat bagian dan dibuang ke empat penjuru. 1)
Menurut salah seorang serdadu VOC yang ikut, Vertoogh. Sekitar 2500 penduduk Banda dibiarkan tewas kelaparan, dan banyak yang tewas terpancung sehingga seandainya kita bisa terbang pasti dapat melihat seluruh pulau penuh dengan mayat. Pembantaian lebih kejam terjadi pada minggu kedua April 1621, hanya dalam waktu satu minggu 1200 – 1300 penduduk Banda tewas dibantai, dan dengan bangga Coen melaporkan kepada Heren XVII “Seluruh orang aborigin dari Banda sudah mati karena perang, kelaparan dan kekurangan. Hanya sedikit yang bisa lolos dan mengungsi ke tempat lain” (Ewald Vanvugt; 1996).
Pembantaian ini dilakukan sangat brutal, Willard A. Hanna dalam bukunya Indonesian Banda Colonialism and its aftermath in the nutmeg island, menjelaskan bahwa sebelum pembantaian 8 Mei 1621, jumlah penduduk Banda adalah 14000 orang, setelah pembantaian hanya tersisa sekitar1000 orang, itupun mereka selamat karena mengungsi ke pulau lain. Kemudian setelah kepulauan Banda ini kosong dari penduduk asli, maka Coen mendatangkan orang dari berbagai bangsa untuk bekerja di pulau ini, mayoritas penduduk baru yang tinggal di P. Banda ini berasal dari bangsa Makasar, Bugis, Melayu, Jawa, Cina, sebagian Portugis, Maluku dan Buton.

Pada tanggal 1 Februari 1623 Coen menyerahkan jabatan Gubernur Jenderal kepada penggantinya Pieter de Carpentier, dan pulang ke negeri Belanda. Di Belanda pamor Coen naik, dia diangkat menjadi salah satu pemimpin VOC di Hoorn. Dia juga tetap mengontrol perdagangan VOC di Asia yang mulai menyebar hampir di semua belahan tempat di Asia semenjak tahun 1614. Tahun 1625 dia menikahi Eva Ment. Pada tanggal 3 Oktober 1624 dia ditunjuk kembali menjadi Gubernur Jenderal. Pada tahun 1627 dia pergi lagi ke Hindia, berserta keluarganya. Tanggal 30 September 1627, untuk kedua kalinya JP Coen memimpin VOC di Hindia. Saat tiba di Hindia, Batavia sudah resmi menjadi pusat pemerintahan VOC di Hindia, sementara di Banten menjadi kantor cabangnya.
Saat kepemimpinannya yang kedua ini, Batavia mendapat serangan hebat dari Mataram di tahun 1628 dan 1629. Kedua pertempuran ini bisa dimenangkan oleh Belanda, disebabkan persenjataan VOC yang lebih unggul, juga logistik tentara Mataram yang kurang koordinasi. Pada pertempuran kedua tahun 1629 JP Coen meninggal akibat kolera dan dimakamkan di Pemakaman Belanda (Sekarang Museum Wayang).2) Penggantinya adalah Jacques Specx.
Kisah kehidupan dan kepemimpinan Coen ini menjadi perdebatan dan kritisi dari berbagai orang. Beberapa orang berpendapat tindakan Coen ini terlalu berlebihan, bahkan Heren XVII pun memandangnya seperti itu. Dalam sejarah Jan Pieterszoon Coen dianggap sebagai seorang pemimpin yang tiran dan antagonis. Meskipun dia menjabat sebagai Gubernur Jenderal tidak lama, tetapi kekejaman yang ditimbulkannya tetap menjadi cerita hingga saat ini. Bagi Coen sukses hanya bisa direbut melalui darah dan kekuatan militer.
Lukisan di Mesum Rumah Budaya 

1) Kisah dipenggalnya para pemimpin suku Banda oleh tentara Jepang ini bisa dilihat lukisannya di Museum Rumah Budaya – Banda Neira. Termasuk juga saksi bisu dari pembantaian ini yaitu benteng Nassau yang masih berdiri tegak sampai saat ini di Banda Neira. Benteng Nassau adalah salah satu dari enam Benteng VOC yang sampai sekarang masih berdiri, dibangun pada tahun 1609 di atas reruntuhan benteng Portugis oleh Admiral Belanda Verhoefen. Selain benteng ini ada juga Benteng Belgica
2) Menurut Babad Tanah Jawi, JP Coen meninggal akibat luka dalam pertempuran melawan tentara Mataram, kepalanya kemudian dibawa ke Yogyakarta dan dibenamkan di salah satu tangga pemakaman raja-raja Mataram, Imogiri. Dengan maksud siapa saja yang akan ziarah ke makam tersebut harus menginjak dahulu kepala

Pieter de Carpentier (1623 - 1627)

Pieter de Carpentier lahirdi Antwerpen Belgia pada tahun 1588. Tidak lama setelah orang tuanya pindah dari bagian selatan Belanda. Pieter belajar di Leiden dan setelah lulus dia bergabung dengan VOC dan mendapatkan pangkat saudagar tinggi (opperkoopman). Pada tanggal 23 Januari 1616 pergi menuju Hindia (Indonesia) dengan menumpang kapal “Trouw”. Di Hindia Pieter cepat akrab dengan Gubernur Jenderal Coen dan menjadi orang kepercayaannya. Pada tahun 1619, dia menjadi ketua Dewan Hindia dan direktur jenderal VOC. Pada tahun 1620, Pieter menjadi anggota Dewan Pertahanan (Raad van Defensie). Pieter juga membantu menyerang benteng Jayakarta dengan mengerahkan enam belas kapal, yang akhirnya Jayakarta bisa direbut dan dirubah namanya menjadi Batavia.
Tanggal 8 September 1622 dia ditunjuk oleh Heeren XVII untuk menjadi Gubernur Jenderal dan pada tanggal 1 Februari 1623 dia mengambil alih pimpinan VOC di Hindia dari Jan Pietersz. Coen. Semasa pemerintahannya, dia melanjutkan program yang sudah dibuat oleh Coen, yaitu memperluas wilayah Batavia dan menguatkan posisi VOC di benua Asia. Perbedaannya hanyalah tindak-tanduknya lebih bijaksana dibandingkan Coen.
Pembantaian Ambon
Peristiwa penting yang terjadi pada saat pemerintahan Pieter adalah terjadinya peristiwa “Pembantaian Ambon”, peristiwa ini sangat jarang dijelaskan di bangku sekolah di Indonesia, karena yang bertikai bukan antara penjajah dengan bangsa Indonesia, melainkan pertikaian antar bangsa asing. Pembantaian Ambon (Ambonse Moord) dilatar belakangi perseteruan antar Kelompok Dagang Hindia Timur yaitu Inggris dan Belanda di Maluku. VOC sudah menetapkan pusat perdagangannya di Pulau Ambon, Kepulauan Maluku sejak tahun 1609, setelah sebelumnya mengusir bangsa Portugis. Sementara British East India Company membuat stasiun transit dekat Cambello (Kambelo dalam bahasa Indonesia) P. Seram pada tahun 1615
Pada tahun 1619 Inggris dan Belanda menandatangani Pakta Pertahanan yang mengijinkan Inggris membeli sepertiga rempah-rempah di Maluku, sementara dua pertiga dibeli oleh Belanda. Tetapi, di lapangan Belanda sendiri tidak begitu menghargai perjanjian ini dan konflik pun terus berlanjut. Apalagi di saat bersamaan Inggris bisa memukul mundur Belanda di Jayakarta dan sempat menawan pejabat tinggi VOC di sana.
Kemudian, bangsa Belanda di Ambon menyangka bahwa Inggris telah melakukan penyerangan kepada bangsa mereka dan membunuh Gubernur Jenderal. Kemudian Belanda menyerang dan mengepung kantor dan gudang milik East Indian Company pada tahun 1623. Dibawah perintah Gubernur Maluku saat itu van Speult, mereka menyiksa 10 orang pejabat Inggris yang terjebak di kantor dan sembilan orang asistennya yang merupakan bangsa Jepang. Mereka disiksa dengan cara di bakar dan ditenggelamkan, sebagian lagi menggunakan bubuk mesiu yang ditaburkan di kaki dan lengannya, kemudian diledakkan sehingga hancur seluruh tangan dan kakinya. Beberapa yang mencoba melarikan diri dari pembantaian ini akhirnya ditangkap dan dibunuh. Penyiksaan ini dilakukan di benteng Victoria.
Penyiksaan ini menjadi kasus nasional di Inggris. Untuk membalas perlakuan Belanda, Inggris sempat menangkap kapal-kapal Belanda saat melewati selat Inggris, yang berlayar dari Maluku ke Negeri Belanda. Setelah Pembantaian Ambon ini, Inggris berkurang minatnya untuk menguasai Hindia Timur (Indonesia), dan perjanjian tahun 1619 dibatalkan. Kemudian Inggris memfokuskan kedudukannya di benua Asia, persisnya di Semenanjung Hindustan (India dan sekitarnya). Sebagai catatan Inggris pernah mencoba menyerang kembali Ambon sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1796 dan 1810. Tetapi penyerangan tersebut dikalahkan oleh Belanda.
Peristiwa lain di Maluku adalah pemberlakuan kembali Hongi Tochten Stelsel pada tahun 1625, yang sebelumnya sempat dibekukan oleh Gubernur Jenderal Laurens Reael. Isi dari Hongi Tochten Stelsel ini meliputi penghancuran dan pembakaran kebun-kebun cengkeh rakyat, tanam paksa dan kerja paksa. Kebijakan ini menimbulkan pemberontakan rakyat Maluku di Hararuku sehingga timbul perang besar yang dikenal dengan perang Alaka (1625-1637).
Kebijakan de Carpentier lainnya adalah, untuk mengatur kehidupan para penduduk di Batavia, dia mendirikan sekolah dan balaikota, mendirikan lembaga kepolisian berikut perangkat hukumnya, mendirikan rumah anak yatim piatu dan juga gereja. Untuk semua fasilitas tersebut dia membuat aturan perpajakan bagi penduduknya dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan hukum.
Pada tanggal 30 September 1627, de Carpentier menyerahkan jabatannya kepada Jan Pietersz. Coen. Pada tahun 1628, dia kembali ke Negeri Belanda dan menjadi admiral dari armada angkatan laut Belanda. Dia menolak ditawari posisi Gubernur Jenderal yang kedua kalinya di Hindia dan memilih menjadi petinggi VOC dan menjadi bagian dari Heeren XVII. Pada tahun 1629 dan 1632 ia dikirim ke Inggris sebagai duta VOC untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di Hindia Timur.
Pieter de Carpentier meninggal dunia pada tanggal 5 September 1659 di Amsterdam

Sabtu, 23 Agustus 2014

PKN XI CONTOH PELANGGARAN HAM DI INDONESIA


a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.

h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.

i. Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.

j. Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.